SEHATWEB.COM | JAKARTA — Pemerintah Indonesia diminta harus hati-hati terhadap segala bentuk perjanjian internasional yang mengikat terkait penanganan pandemi di suatu negara.
Penegasan itu disampaikan Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari saat menanggapi adanya pandemic agreement yang dikeluarkan World Health Organization (WHO) dan mengikat seluruh negara anggota.
"Pandemic agreement adalah instrumen hukum internasional yang bertujuan memperkuat kolaborasi global dalam menghadapi pandemi. Dengan catatan loi, siapa yang membuat pandemi, ya kan? Tapi ini cuma hukum internasional untuk lebih baik. Jadi suatu ketika hukum internasional, kita harus nurut, kalau tidak nurut, maka akan berhadapan dengan hukum internasional," kata Bunda Siti dikutip dari akun Youtube Siti Fadilah Supari Channel, pada Selasa (11/2).
Dalam tema "Keluar Dari Pandemic Agreement?" Bunda Siti menyebutkan, dalam perjanjian itu seharusnya ada suatu keberatan dari Indonesia. Terutama terkait masalah kedaulatan bangsa.
"Apa sih keberatan kita? Satu pembatasan kedaulatan dalam pengambilan keputusan. Karena keputusan semua harus menurut dengan apapun yang dikatakan WHO. Walaupun pandemiknya ada di Wuhan, kita ikut-ikutan juga pandemi di Indonesia. Padahal nggak perlu," jelasnya.
Menkes era Presiden SBY yang sukses menepis kasus Flu Burung itu menambahkan, "misalkan ada suatu penyakit, kita sebetulnya bisa mengatasi sendiri. (Tapi) kita harus semuanya produk yang disetujui WHO," imbuhnya.
Ia mencontohkan produk vaksin hingga masker yang harus mengikuti standar WHO. Namun parahnya, Siti menyebut segala bantuan dan standardisasi dari WHO itu nantinya juga akan ditagih sebagai utang.
"Dan nanti ujung-ujungnya apa yang diharuskan itu ditagih sebagai utang. Kita utang lagi. Kita belum bisa nyaur, paling-paling kebanyakan kita bisa nyaur dengan menaikkan pajak," ungkapnya.
Bunda Siti mengaku miris melihat produk impor dalam kesehatan (atas standar WHO) yang menguasai Indonesia.
"Dan ini konsekuensinya kita juga harus mengimpor, karena sistemnya sudah diatur dengan rupa, yang menentukan adalah International Health Regulation (IHR). Itu didirikan di setiap negara, IHR Authority namanya. Jadi semuanya itu yang menentukan, bukan pemerintah," ungkapnya.
"Itu lho yang saya bilang bahwa ini membahayakan kedaulatan bangsa dan negara. Kemudian dengan adanya pandemi itu, kita tidak bisa menahan intervensi asing di dalam kebijakan nasional. Dan ini akan menekan negara dari segala arah," pungkasnya.
Pada bagian akhir, Bunda Siti mengharapkan, mudah mudahan Menlu mendengarkan himbauannya itu. "Dan mudah-mudahan Pak Menhan juga mendengarkan," harapnya.
"Tolong Pak kita bersama-sama mendukung policy Pak Prabowo, Pemerintah harus melindungi segenap bangsa, dan tanah tumpah darahnya, dan itu tertera dalam UUD 45," tukas Bunda Siti, lirih. (*)